LCD Text










Senin, 25 Juli 2011

kehadiranmu sangat aku harapkan...

kehadiranmu waktu itu sangat aku harapkan...
aku mengejarmu di setiap kesunyian malam itu
diam... dan tak lagi bersuara
kemana saja cahaya ku itu???
kenapa semua menghilang?!
kemudian kau mendekat,,
mengajakku ke tingkat tertinggi
lalu menghempaskan ku ke bawah... sialan banget!

Jumat, 22 Juli 2011

Generasi Syahadat, Generasi Tahan Uji (3)


Bila Kegoncangan Menghadang
BIASANYA diakibatkan oleh pelbagai macam ujian dan cobaan yang datang melanda bertubi-tubi, ditambah beban yang terus meningkat, padahal terasa kemampuan tidak mendukung wajar saja kalau kegoncangan itu terjadi.

Generasi Syahadat, Generasi Tahan Uji (2)

Bila Kesengsaraan Menyerang
Kesengsaraan dapat diartikan sebagai kehidupan yang sulit dan pahit, serba kekurangan, serba memprihatinkan, dan menimpa dalam tempo yang relatif tidak sebentar. Karena kita datang dengan satu sikap, hadir dengan satu pendirian, membawa prinsip yang tidak bisa ditawar, adalah sangat wajar bilamana langsung disambut dengan benturan sikap di sana-sini.

Generasi Syahadat, Generasi Tahan Uji (1)





BESAR kecilnya tanggungjawab seseorang menjadi tanda kualitas syahadatnya, yang dapat diukur pada caranya memanfaatkan waktu. Seorang yang berkualitas selalu berusaha menumbuhsuburkan bibit syahadatnya agar dapat terus ditingkatkan lebih tinggi lagi.

Tiada waktu tanpa peningkatan kualitas syahadat. Tiada program kecuali peningkatan iman. Tidak mati kecuali dalam puncak jenjang syahadat, pasrah diri kepada Tuhan.

Memupuk Amal di Usia Senja



 
Jum'at, 22 Juli 2011

MEMUPUK amal shalih semestinya dilakukan sejak muda. Dengan begitu, perjalanan hidup kita akan sarat dengan amal kebaikan sebagai syarat mencapai khusnul khatimah, akhir kehidupan yang baik.
Namun, kalau usia ditakdirkan sampai lanjut, lalu belum juga menyadari pentingnya memupuk amal baik, tentu ini suatu musibah dan perlu diingatkan.

Kamis, 21 Juli 2011

Internet Bikin Otak Remaja Rusak




--Terlalu banyak menggunakan internet menyebabkan sebagian otak remaja terbuang percuma, begitu menurut hasil penelitian terbaru.

Ilmuwan menemukan tanda-tanda atrofi (penyusutan) materi abu-abu dalam otak pecandu internet yang semakin buruk dari waktu ke waktu. Hal ini dapat mempengaruhi daya konsentrasi dan memori,

“Ta’dib”, Konsep Ideal Pendidikan Islam

Oleh: Amin Hasan
AWAL pendidikan Islam bermula dari tempat yang sangat sederhana, yaitu serambi masjid yang disebut al-Suffah. Namun, walaupun hanya dari serambi masjid, tetapi mampu menghasilkan ilmu-ilmu keislaman yang bisa dirasakan sampai dengan sekarang.

Jangan pilih-pilih!



marhaban-ya-ramadhan-ii.jpg (497×331)Oleh : Mush’ab Abdurrahman


Bulan Ramadlan 1432H sebentar lagi tiba. Sudah seyogyanya setiap muslim menyambutnya dengan kegembiraan dan suka cita. Kita berharap semoga diberikan karunia oleh Allah swt berupa kekuatan dan umur panjang sehingga bisa menikmati indahnya ibadah puasa ramadlan.Amiin

Bukan rahasia umum saat bulan suci Ramadlan semua para da’i disetiap ceramah-ceramahnya, baik itu moment khutbah jum’at, kultum tarawih atau kajian-kajian menjelang berbuka puasa pasti menyitir firman Allah swt dalam Al-qur’an ayat 183 yang berbunyi;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(TQS. Al-Baqarah[2]:183).

Ayat ini sangat familier sekali ditelinga kita selama bulan Ramadlan.

Lima Pelajaran Berharga


http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRF5T1NCw1BvISYL-pDycQcrB_-wnWGg_e03vR6xK9vEnyP1bQh2A&t=1Hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas Diri-Ku, sekaligus mengharamkan kezaliman itu terjadi di antara kalian. Karena itu, janganlah kalian saling menzalimi. Hamba-Ku, setiap diri kalian itu tersesat, kecuali orang yang Aku beri hidayah. Karena itu, mintalah hidayah kepada-Ku, pasti Aku beri kalian hidayah.

Ujian Kebenaran Iman (Tafsir QS al-Ankabut [29]: 2-3)


Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYNwyRF7iziyPehJFPs1jONWBuyRGX0OMn03DzvrGH3YEDqJIK7tfybDGGQ5roklf9sTKDCdhj9hlYM6KikUdcYdl58y2UHJoNaN7XAWP9AxakLXi0rjaf1uacoZdRZusl5clcfUk3RST8/s1600/Al-Quran.jpgApakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta (TQS al-Ankabut [29]: 2-3).

Banyak orang merasa cukup ketika menyatakan diri sebagai Mukmin. Seolah pengakuan

Rabu, 20 Juli 2011

Tanggapan untuk Ansyad Mbai
“Negara Agama” Versi Siapa?



Oleh: Sarah Mantovani

BELUM lama ini, dalam sebuah wawancara di sebuah media, Ansyad Mbai, Kepala Badan Nasional Penangggulangan Terorisme menebutkan tujuan kelompok radikal di Indonesia. “Tujuan gerakan mereka adalah ingin mengubah negara bangsa menjadi negara agama,” ujarnya.
Meski pernyataan itu disampaikan Ansyad Mbai di sebuah situs Kristen, Reformata.com terkait dengan Penanggulangan Terorisme pada tanggal 07 Juni 2011 lalu, namun tetap penting ditanggapi.
***
Hingga kini, penyebutan istilah ‘Negara agama’ yang di lekatkan pada Islam mempunyai momok yang menakutkan bagi sebagian orang, karena penggunaan istilah Negara agama pada Islam bersamaan pula dengan istilah Islam Radikal yang cirri-cirinya disebutkan ingin menegakkan Syari’at Islam sebagai hukum Negara. Tak hanya itu, kini dari orang-orang Islam pun sepertinya senang melekatkan istilah ‘Negara agama’ bagi Negara-negara yang menerapkan Hukum Islam. Padahal jika di telusuri dari sejarahnya, istilah Negara agama bukan berasal

Senin, 18 Juli 2011

Orang-Orang Aneh : Memahami dunia & harta itu fana, justru menghabiskanya untuk mengejar dunia



Allah SWT berfirman (yang artinya): ...Di bawahnya ada harta simpanan bagi mereka berdua, sementara ayahnya adalah seorang yang shalih (TQS Al Kahfi [18]: 82). Dalam sebuah riwayat, saat menafsirkan ayat di atas, Utsman bin Affan berkata, bahwa harta simpanan yang dimaksud adalah sebuah lempengan yang terbuat dari emas, yang tertulis padanya (firman Allah SWT): Aku heran terhadap orang yang memahami kematian, sementara ia banyak tertawa. Aku heran terhadap orang yang memahami bahwa dunia ini fana, sementara ia terus disibukkan oleh dunia itu.

Manusia PRASEJARAH Ternyata Tidak Pernah Ada



Tanpa harus mengkonfrontir teori manusia purba dengan Al-Quran, sebenarnya ilmu pengetahuan terbaru sudah mematahkannya. Beberapa temuan terakhir justru menunjukkan bahwa teori tentang manusia purba semakin jelas kebohongannya.

Bukti-bukti ilmiyah yang dahulu sering diajukan oleh kalangan evolusionis, satu per satu kini RONTOK. Semakin hari semakin terkuak fakta bahwa Teori Manusia Purba adalah Sebuah Kebohongan Super Besar Sepanjang Sejarah.

Selama ini kita memang dicekoki teori manusia purba dalam

Bodoh, Bila Perjuangkan HAM Langgar Islam




Dr. Saharuddin Daming, SH. MH.

Karena kevokalannya membela hak azasi kaum mayoritas yang notabene Muslim yang dilanggar oleh tirani minoritas, maka segelintir minoritas pegiat pluralisme dan liberalisme melalui milis mencap Dr. Saharuddin Daming, SH. MH. tidak pluralis. Mereka pun berencana mempetisi Daming untuk turun dari jabatannya sebagai komisioner di Komisi Nasional Hak Azasi Manusia. Lha, memang bila sudah duduk di Komnas HAM seorang Muslim tidak boleh membela agamanya?Bagaimana pula tanggapan Daming terhadap rencana petisi itu? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo, dengan satu-satunya komisioner Komnas HAM yang tuna netra ini.
Apakah saat ini HAM digunakan sebagai alat deislamisasi sehingga bila seorang Muslim duduk di Komnas HAM tidak boleh membela agamanya?
Oh iya, kalau kita perhatikan gerakan-gerakan mereka, mereka sangat alergi terhadap tema tema Islam, mereka adalah pendewa sekularisme yang tidak menginginkan agama itu memegang peranan penting.
Lantas bagaimana dengan Anda?
Saya menolak take over seluruh nilai-nilai HAM yang dipahami Barat ditransfer secara masif ke Indonesia, ya saya menentang keras itu. karena tatanan nilai kita beda banget. Kalau di sana mendewakan kebebasan, tidak memiliki kesusilaan, lantas masuk ke Indonesia yang lebih relijius, yang memiliki  nilai kesopanan.

Tiga Wasiat Agung Imam Ali ra.


sholat-berjamaah.jpg (450×299)

Sesungguhnya di antara sekian banyak nikmat itu, cukuplah bagimu Islam sebagai nikmat; di antara sekian banyak kesibukan itu, cukuplah ketaatan kepada Allah sebagai kesibukanmu; dan di antara sekian banyak pelajaran itu, cukuplah maut (kematian) sebagai pelajaran bagimu." Demikian salah satu wasiat agung Imam Ali ra dalam suatu riwayat.
Tentu, kenikmatan apapun sejatinya tak ada artinya jika seseorang tidak memeluk Islam, menjadi Muslim. Nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat banyak harta, nikmat memiliki anak-istri, nikmat jabatan, dll tak akan berarti tanpa adanya nikmat Islam. Sebab, semua nikmat tersebut sesungguhnya bersifat semu dan sementara. Semua itu akan meninggalkan atau ditinggalkan manusia. Saat ajal menjemput, tak akan lagi ada nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat banyak harta, nikmat memiliki anak-istri, nikmat jabatan dll. Semua berakhir. Yang tersisajika seseorang itu Muslimtinggal nikmat Islam, yang akan terus mengiringi dirinya sampai ia menghadap kepada Allah SWT pada Hari Akhir nanti.
Karena itu, alangkah rugi manusia

Kenapa Ideologi Islam Dianggap Asing, Sedangkan Kapitalisme Tidak?

Bergulirnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional (Kamnas) di DPR mendapat sorotan tajam oleh Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto. Salah satunya adalah aturan yang menilai masuknya ideologi asing sebagai ancaman bagi bangsa.
Menurut Ismail, hal ini tidak terlepas perang terhadap terorisme yang sedang dikampanyekan Barat.
“Islam menjadi rival Barat setelah Sosialisme Uni Soviet Runtuh dan perang dingin berakhir. Tren ini kemudian diadopsi di Indonesia. Maka itu yang dianggap asing bukan kapitalisme dan sosialisme, tapi ideologi Islam seperti Syariah dan Khilafah.” katanya kepada Eramuslim.com, kemarin di Jakarta.
Hal ini diperkuat dengan salah satu poin

Jadilah Mukmin yang Berpendirian

Oleh: Shalih Hasyim

SYEIKH Muhammad al Ghazali pernah berkata dalam bukunya “Khuluqul Muslim” mengatakan;  “Apabila iman telah menyatu jiwa, hanya Allah yang paling berkuasa, segala yang maujud ini hanya makhluq belaka (mumkinul wujud). Keyakinan yang kuat dan tumbuh berkembang dengan subur, laksana mata air yang tidak pernah kering sumbernya, yang memberikan dorongan kepada pemiliknya semangat pengabdian, ibadat secara terus-menerus, mampu memikul tanggngjawab dan menanggulangi kesulitan dan bahaya yang dihadapinya. Pengabdian itu dilakukan tak mengenal lelah sampai menemui ajal tanpa ada rasa takut dan cemas.”
Orang mukmin adalah sosok manusia yang memiliki prinsip hidup yang dipeganginya dengan erat. Ia berkerja sama dengan siapapun dalam kebaikan dan ketakwaan. Jika lingkungan sosialnya mengajak kepada kemungkaran, ia mengambil jalan sendiri.

Di tengah dunia yang hanya mememtingkan egoisme, sedikit kita

Minggu, 17 Juli 2011

ku tau dirimu tak suka denganku... (part 1)

Aku tau kau tak suka denganku...
karena apa yang aku perjuangkan tidaklah kau sukai...
aku tak sepertimu...
dan sampai kapanpun tak ingin sepertimu
aku yakin inilah jalan kebenaran
maka janganlah kau halangi aku dari jalan kebenaran ini...

Jumat, 15 Juli 2011

Ingin Selamat, Tegakkan Syariat Islam !

Ingin Selamat, Tegakkan Syariat Islam






SEMUA orang tidak ingin terjatuh ketika sedang berjalan, menaiki kendaraan. Semuanya ingin selamat. Untuk menghindari kecelakaan lalu lintas, diperlukan sikap taat aturan (rambu-rambu lalu lintas). Pejalan kaki berjalan di sebelah kiri. Di tengah-tengah ada polisi yang mengatur lalu lintas. Yang datang lebih dahulu di dahulukan yang menyusul di akhirkan.
Agar tidak terjadi perselisihan. Diadakan pula peraturan tempat kembali ketika terjadi musibah yang tidak diinginkan.
Demikian pula dalam perjalanan kehidupan ini, tidak ada yang ingin celaka, rusak binasa dan sengsara. Semuanya ingin sehat lahir dan batin, selamat dalam mencapai tujuan. Agar perjalanan yang ditapaki lurus dan selamat, perlu dibuat sebuah peraturan yang mengikat setiap individu. Tempat kembali apabila ditemukan perselisihan. Itulah syariat (hukum) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia dengan perantaraan Nabi-Nya. Hukum yang bersumber dari-Nya adil dan bijaksana. Tidak memihak. Tidak seperti hukum buatan manusia. Ia bagaikan

HAM: Kitab Suci Muslim Moderat?

Oleh: Amin Hasan
SALAH satu konsep dalam Islam yang begitu penting dan mulia adalah konsep wasathiyyah, yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Moderat. Konsep wasathiyyah ini mencerminkan karakter dan jatidiri yang khusus dimiliki oleh manhaj Islam yang di dalamnya mengandung nilai, ideologi, kriteria, dasar-dasar, serta simbol-simbol dalam pemikiran, pandangan hidup Islam (Islamic worldview), pelaksanaan dan penerapan dalam kehidupan seorang Muslim. (baca Ma’rakatul Mushthalahat baina al-Gharbi wal Islami).
Masih dalam kitab Ma’rakatul Mushthalahat baina al-Gharbi wal Islami, Dr. Muhammad Imarah menjelaskan bahwa wasathiyyah (moderat) dalam konsep Islam adalah kebenaran di tengah dua kebatilan, keadilan di tengah dua kezaliman, tengah-tengah di antara dua ekstrimitas. Tegasnya, wasathiyyah tidak mengenal keberpihakan pada salah satu dari dua kutub, tidak berdiri pada salah satu di antara dua anak timbangan. Oleh sebab itu, saat kondisi tidak seimbang, maka wasathiyyah menjadi jalan tengah Islam yang komprehensif, seimbang, adil dan moderat.
Namun, konsep wasathiyyah ini mengalami distorsi dan disalahpahami oleh Muslim yang berpikiran liberal, atau yang lebih masyhur disebut Muslim Moderat. Mereka menganggap bahwa wasathiyyah (moderat) yang ada tidak mempunyai sikap yang jelas dan definitif dalam menyelesaikan problema yang begitu kompleks saat ini. Mereka pun tampil sebagai “Neo-Moderat” yang oleh Cheryl Bernard dikatakan sebagai kelompok yang paling bersahabat terhadap nilai-nilai dan jiwa masyarakat Barat. Bahkan, kelompok ini dianggap sebagai kelompok Muslim yang membantu Barat dalam memperjuangkan prinsip dan nilai-nilai HAM, demokrasi, kebebasan, anti kekerasan dan Pluralisme Agama.
Bagaimana Muslim yang berpikiran liberal ini menjadikan Barat sebagai standar “kemajuan” yaitu dengan menjadikan HAM sebagai kitab sucinya akan dijelaskan dalam tulisan singkat di bawah ini. Ini menjadi sangat penting untuk dibahas sebab bagi Muslim Moderat apapun yang datang dari Barat harus diterima oleh semua orang, kelompok, agama, negara, bahkan dunia sekalipun.
HAM dan Barat

Sejak setan mendeklarasikan dirinya sebagai musuh manusia, sejak saat itu pula perang antara yang hak dan yang batil dimulai. Perjuangan kebatilan sering mengatasnamakan agama, persamaan hak, keadilan, demokrasi, dan kemanusiaan (HAM). Bahkan, Hak Asasi Manusia yang diakui secara internasional oleh aktivis Islam Liberal dijadikan tolak ukur dalam melihat syariah Islam. Sehingga, bagi orang-orang Liberal, dalam banyak hal, Syariah Islam tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai dan budaya hari ini, terutama prinsip hak-hak asasi manusia (HAM) yang diusung Barat. Dengan demikian, lanjut mereka, saat ini sudah waktunya untuk menyesuaikan Syariah Islam dengan tuntutan Hak Asasi Manusia (HAM) dan bentuk-bentuk ketentuan publik lainnya.
Dari sinilah, Islam Liberal yang berkedok Muslim Moderat berubah profesi menjadi “tukang agama” yang kerap kali menukangi, bongkar-pasang, bermain dan bersilat dengan agama, dan bahkan merekayasa agama hatta pada wilayah yang qath’i dan ushul. Jadi, bagi mereka telah sampai pada Zaman Modif dan Periode Amandemen, karena yang dimodifikasi bukan hanya mobil dan motor, dan yang diamandemen bukan hanya UUD 45, tetapi juga Agama dan al-Qur’an.

Tanpa melakukan kajian yang mendalam terlebih dahulu, HAM diapresiasi begitu saja. Sebenarnya secara sederhana bisa dilihat bahwa deklarasi internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948 tersebut hanya memperjuangkan hak-hak manusia. Tegasnya, bisa dipastikan bahwa yang diperjuangkan hanyalah hak, tidak ada tuntutan kewajiban. Padahal sangat jelas dalam Islam bahwa dalam diri seorang Muslim tidak hanya terdapat hak, tetapi juga terdapat kewajiban. Antara kewajiban dan hak ini berjalan secara seimbang dan berkesinambungan. Sehingga, yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah menjalankan kewajiban, baru kemudian menuntut haknya.
Ironisnya, walaupun sangat jelas kerancuan HAM, yaitu hanya menuntut hak, tanpa ada tuntutan menjalankan kewajibannya, namun, orang-orang Liberal mengkultuskan HAM, bahkan dijadikan pisau bedah dalam mendekonstruksi Syariah Islam.
Apa yang dilakukan oleh orang-orang Liberal tersebut sangatlah tidak terpuji. Sebab, demi HAM, orang-orang Liberal rela menukangi agama mereka sendiri, yaitu agama Islam. Inilah akibat dari sikap yang terlalu kagum dan terpesona secara berlebih-lebihan pada pencapaian Barat. Sehingga, dengan penuh ta’dzim menganggap bahwa Barat adalah sumber kemajuan disegala bidang, baik itu teknologi, sains, pendidikan, ekonomi, tatanan sosial dan politik, disiplin, keamanan/militer, industri hiburan dan simbol-simbol kebudayaan lainnya. Karena itu segala sesuatu yang berasal dari Barat harus diterima sebagai standar untuk menentukan kemajuan.
Oleh karena itu, Memahami Barat menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, dapat dilakukan dengan melihat Barat secara kritis dan obyektif, yaitu Barat adalah peradaban asing yang berbeda dari Islam dalam banyak hal. Tidak semua yang dari Barat itu baik, dan tidak pula semuanya buruk. Barat perlu dilihat secara cermat berdasarkan kajian yang serius dan dimulai dari akar-akarnya. Sehingga tidak melihat Barat secara berlebihan, tidak apresiatif secara gelap mata, dan tidak juga membenci secara membabi buta. (baca ISLAMI; Memahami Barat)

Mendekonstruksi Syariah
Perlu disadari bahwa syariah datang untuk membawa ketenangan. Syariah juga bersifat final serta tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Artinya, syariah bersifat universal. Oleh karena sifatnya yang universal, maka syariah bersifat abadi dan tidak mengalami perubahan, karena yang menghapus harus sama kuat dengan yang dihapus, atau lebih kuat darinya. Syariah yang merupakan ketentuan dari Allah tidak dapat dihapus kecuali dengan ketentuan syariah lain yang datang dari Allah.
Akan tetapi, berbeda halnya dengan pemahaman orang-orang Liberal terhadap syariah. Bagi mereka syariah itu tidak berifat final. Syariah selalu mengikuti dan disesuaikan dengan zamannya. Sehingga, orang-orang Liberal melihat bahwa syariah pada masa lalu tidak sesuai lagi apabila diterapkan pada hari ini. Sebab, dalam banyak hal, syariah bertentangan dengan prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan (HAM) yang diakui secara internasional.
Untuk itu, Syariah pun harus disesuaikan dengan hak-hak kemanusiaan (HAM) yang telah diakui secara universal. Ini tidak lain agar Islam dapat difahami sesuai dengan pemikiran Barat, khususnya doktrin humanisme. Caranya yaitu dengan mendekonstruksi syariah. (baca Liberalisasi Pemikiran Islam; Gerakan bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis)
Artinya, secara sadar mereka mengkhianati bahwa agama Islam adalah agama wahyu, yang sejak awalnya telah lengkap dan sempurna untuk memenuhi keperluan umat manusia tanpa batas ruang dan waktu.
Yang sangat disayangkan lagi adalah bahwa pengkhianatan itu dilakukan oleh orang Islam itu sendiri. Sebagai contoh, Fazlur Rahman, salah satu pemikir Muslim Modernis asal Pakistan, secara tegas menentang hukum syari’ah yang tegas seperti qisos dan jihad. Ketika Rahman berkunjung ke Indonesia dan diwawancarai Majalah Tempo, ia mengatakan, “Sangat mengerikan (potong tangan), ia merupakan tradisi yang lahir di Arab Saudi sebelum adanya Islam, jadi bukan hukum Islam.”
Hal serupa juga dilakukan oleh Abdullahi Ahmed An-Naim, seorang tokoh liberal asal Sudan. An-Naim tidak hanya menentang syariah diterapkan dalam sebuah negara, tetapi juga dia benar-benar menjajakan gaya hidup dan ideologi Barat-sekular ketika datang ke Indonesia pada 2007 lalu.
An-Naim, bahkan secara khusus didatangkan oleh penerbit Mizan dalam rangka bedah buku terjemahannya “Islam dan Negara Sekuler: Menegosiasikan Masa Depan Syariat Islam.” Ketika jamuan makan malam, An-Naim malah mengenakan celana pendek. Bahkan ujar Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis: “Teman saya, panitia acara itu, kecewa dengan sikap An-Na’im. Ketika jamuan makan malam di hotel tempat dia menginap, rupanya dia biasa minum bir. Teman saya itu betul-betul kaget dan kecewa”.
Jika dicermati, yang dipersoalkan oleh orang-orang Liberal seperti contoh kasus di atas adalah maslahah. Ketika yang dibidik hanya maslahah ala Barat-sekular, maka, syariah pun diabaikan. Karena syariah bagi mereka tidak sejalan dan bertentangan dengan doktrin dan prinsip-prinsip nilai Barat. Sehingga, yang ada hanya maqasid syariah, yaitu tujuan dari syariah itu sendiri. Karena bagi mereka tujuan ditetapkannya hukum Islam (syariah) adalah untuk menciptakan maslahah kepada umat manusia. Jadi, jika tanpa syariah sudah bisa mencapai maslahah (maqasid syariah), untuk apa menerapkan syariah. Dengan argumentasi ini, kaidah bahwa “dimana ada syariah, maka disitu ada maslahah”, kemudian dibalik menjadi “dimana ada maslahah, maka disitu ada syariah”.
Pemahaman seperti ini adalah tidak benar bahkan sangat keliru adanya. Karena tujuan ditetapkannya syariah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia, mendatangkan manfaat, serta menghindarkan kerusakan dari mereka.
Seperti, mashahah melindungi jiwa yang karenanya disyariatkan hukum qishash, maslahah menjaga harta yang karenanya disyariatkan sanksi potong tangan atas pencuri, dan maslahah melindungi akal yang karenanya disyariatkan sanksi meminum khamer. (baca al-Madkhal li Dirasatisy-Syari’atil-Islamiyyati)
Tegasnya, diberlakukannya hukum syariah kesemuanya adalah untuk maslahah umat manusia. Buktinya, syariah tegak di atas prinsip “Jalbul Mashalih wa Dar’ul Mafasid” (Mendatangkan Maslahat dan Menolak Kerusakan). Sedangkan pencapaian maslahah yang diusung Barat-sekular yang kemudian dikampanyekan oleh orang-orang Liberal adalah semu. Karena, cocok bagi Barat, belum tentu cocok bagi Islam. Baik menurut Barat, belum tentu baik menurut konsep Islam.
Contoh lain tentang pengkhianatan syariah yang dilakukan oleh orang Muslim itu sendiri adalah penghalalan pernikahan sesama jenis. Seruan yang sangat mengejutkan ini dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo-Semarang. Hal ini bisa dicek langsung dalam Jurnal Justisia, edisi 25, th. XI 2004, terbitan Fakultas Syariah IAIN Walisongo-Semarang. Di situ dikatakan bahwa: “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sesama jenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan”.
Bisa dilihat betapa menyimpangnya pemikiran Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang di atas. Apalagi tragedi ini berlangsung di perguruan tinggi Islam dan dilakukan oleh mahasiswa Syariah. Mahasiswa yang diharapkan mampu menegakkan Syariah Islam, malah sebaliknya, justru merekalah yang menghancurkan Syariah Islam. Sungguh perbuatan dan sangat tidak terpuji dan sangat menghina Islam.
Penghalalan pernikahan sesama jenis sangatlah dilarang dalam Islam. Secara tegas syariah Islam mengharamkan pernikahan sesama jenis. (baca Tafsir Kisah Luth dan Konsep Pernikahan) Ironisnya, walaupun telah jelas dan qath’i Syariah Islam atas pengharaman pernikahan sesama jenis, namun orang-orang liberal tetap mengkhianatinya. Ini mereka lakukan tidak lain karena targetnya adalah membawa hukum Islam agar sejalan dengan doktrin, prinsip, dan nilai-nilai HAM Barat yang melulu berdasarkan prinsip Humanisme.
Demikianlah, bahwa tantangan yang berat di sini sebenarnya bukanlah datang dari luar Islam, tetapi justru datang dari dalam tubuh Islam itu sendiri. Banyak di antara umat Muslim yang menuntut ilmu ke-Islaman ke Barat, atau mengaji al-Qur’an kepada orang-orang junub. Hasilnya saat ini telah nampak, kita semua menuai buahnya. Ini merupakan bahaya laten bagi Islam, karena mungkin mereka yang tidak senang dengan kemajuan Islam “berkedok” mereka juga sedang memajukan Islam dengan dalih pembaharuan Islam. Tetapi karena sudah sedari awal salah dalam memahami Islam, maka maksud hati ingin ikut mengembangkan Islam, malah sebaliknya. Mereka menyeret ajaran-ajaran Islam melenceng dari khittah yang dipancarkan oleh al-Qur’an yang kemudian disempurnakan pada masa kehidupan Nabi Muhammad saw yang Baginda tafsirkan dalam kehidupannya, dan hukum sakral yang Beliau bentuk dalam ajaran, pemikiran, perkataan, dan contoh perbuatan (sunah).

Penutup
Mungkin, apa yang dilakukan oleh orang-orang Leberal atau “Muslim Moderat” niat awalnya baik, yaitu ingin memajukan Islam. Namun karena kegagalan dan kelemahan dalam kefahaman dan ilmu yang mendalam, baik mengenai kebudayaan dan peradaban Islam maupun Barat, sehingga mereka kebablasan dalam usaha untuk meningkatkan pemikiran umat Islam ke taraf pencapaian-pencapaian modern dalam bidang ilmu dan ternologi serta ilmu kemanusiaan dan realitas. Karena, apabila tidak hilang identitasnya sebagai seorang Muslim, maka KONFLIK YANG TIDAK PENTING dikalangan umat Islam seharusnya tidak perlu terjadi.
Memang terlihat aneh, Muslim di negeri ini tampak begitu kompak-toleran pada kemaksiatan. Ketika yang liberal menegaskan “tidak ada hukum Tuhan”, yang sekuler akur “tidak ada yang haram di negeri ini”. Para artis pun tambah yakin “buka-bukaan boleh asal profesional”. Malam hari menghadiri pengajian lengkap dengan pakaian yang benar-benar Islami, namun, di pagi harinya, tampil di depan publik dengan pakaian yang semua orang bisa melihat keindahan lekuk tubuhnya, “You Can See.” Artinya anda boleh berbuat dosa asal professional dan dibayar tinggi. Anda boleh selingkuh bahkan berzina asal tidak menyakiti orang lain. Apa yang terjadi benar-benar telah mem-Barat. Wallahu’alam bi Shawab.
Penulis adalah Mahasiswa pada Program Pasca Sarjana di Universitas Darussalam Gontor Ponorogo Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Akidah

Red: Cholis Akbar
copas from : www.hidayatullah.com

Menepis Pesimisme Perjuangan Khilafah

Oleh: Ali Mustofa Akbar

MENARIK untuk menanggapi tulisan saudara Asrir Sutanmaradjo (AS) pada kolom tsaqafah hidayatullah.com (01/07/11), berjudul: “Khilafah; Antara Cita-cita dan Fakta”.
Sebagai sebuah khasanah jurnalistik, artikel tersebut layak untuk mendapat apreasiasi. Namun jika ditelisik dari sisi penjagaan pemikiran Islam, ada beberapa ulasan yang kiranya perlu dikritisi.

Petikan dari sebuah hadits riwayat Imam Ahmad: ”Tsuma takunu Khilafat[an] 'ala Minhajin nubuwwah.” Ini saja sudah cukup untuk menjawab

Pendidikan Karakter, Mau Kemana?

Oleh : Kholili Hasib
SEJAK pertam kali dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada peringatan hari pendidikan Nasional pada 2010 lalu, model pendidikan karakter marak dipraktikkan di sekolah-sekolah. Lantas, seperti apa efektifitas aplikasi pendidikan karakter tersebut?
KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, pimpinan Pondok Modern Gontor Ponorogo, dalam wawancara dengan majalah Gontor (Juli 2011) berpendapat, bahwa pendidikan karakter itu sangat efektif di dalam pesantren. Karena di pesantrenlah pendidikan integral tercipta.
Dalam pandangan Kyai Sukri, pendidikan integral itu menciptakan orang yang berakter. Karakter dibangun bukan sekedar dengan pembelajaran, akan tetapi juga pengajaran, pelatihan, pembiasaan, dan pembinaan. Di sini artinya,

Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal?

Sekularisasi merupakan fenomena yang khas dalam dunia Kristen. Menurut Bernard Lewis, pemikir politik paling berpengaruh di Amerika Serikat sesudah berakhirnya perang dingin, "Sejak awal mula, kaum Kristen diajarkan--baik dalam persepsi maupun praktis--untuk memisahkan antara Tuhan dan kaisar dan dipahamkan tentang adanya kewajiban yang berbeda antara keduanya."  Dalam bukunya, Christianity in World History, Arend Theodor van Leeuwen mencatat, penyebaran Kristen

Jawaban Atas Fitnah Keji Kepada Hizbut Tahrir

Banyak tulisan dan fitnah yang merujuk pada buku Al-Mawsu’ah al-Maysirah fi al-Adyan wa al-Madzahib al-Mu’ashirah yang dikeluarkan oleh An-Nadwah al-’Alamiyah li asy-Syabab al-Islami (WAMY), dan tidak merujuk pada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir. Padahal buku keluaran WAMY itu juga tidak merujuk pada sumber-sumber primer Hizbut Tahrir, tetapi merujuk pada buku lain karya Shadiq Amin yang berjudul Ad-Da’wah al-Islamiyyah Faridhah Syar’iyyah wa Dharurah Basyariyyah. Buku karya Shadiq Amin ini pun dipenuhi dengan fitnah dan kedustaan.

Fitnah 1 : Batas Perjuangannya adalah 13 Tahun ?

 Pernyataan ini tidak pernah diungkap dalam kitab-kitab mutabannat (rujukan), nasyrah (selebaran), ta’mim maupun kutaib yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir. Yang dibahas oleh Hizbut Tahrir adalah batas waktu umat Islam kosong tanpa Khilafah. Dalam konteks penegakkan Khilafah dan pengangkatan seorang khalifah, Hizbut Tahrir justru berpendapat bahwa tenggat waktu yang ditetapkan syariah adalah 3 hari 3 malam. Artinya, kaum Muslim dilarang tidak memiliki seorang khalifah lebih dari 3 hari 3 malam. Ketentuan seperti ini ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat. Ketika Umar bin al-Khaththab ra. tertikam, beliau memberi batas waktu 3 hari kepada dewan syura yang dipimpin oleh ‘Abdurrahman bin ‘Auf untuk mengangkat seorang khalifah. Umar juga berwasiat kepada dewan syura, jika lebih dari 3 hari mereka tidak bisa mengangkat seorang khalifah dari mereka, maka anggota yang menolak akan dibunuh. Untuk melaksanakan wasiat itu, Umar bin al-Khaththab memerintah-kan 50 orang pemuda yang dipersenjatai dengan pedang (Ajhizah Dawlah al-Khilafah fi al-Hukm wa al-Idarah, hlm. 53).

Fitnah 2 : melalaikan aspek ruhani ?

Pernyataan fitnah : “Hizbut-Tahrir melalaikan aspek ruhani. Ruhani dipandang hanya sebagai ide. Hizbut-Tahrir berpendapat, di dalam diri manusia tidak ada gejolak ruhani dan kecerdasan jasadi. Di dalam diri manusia hanya ada kebutuhan dan insting yang harus dipenuhi….”

 Pernyataan semacam ini pun tidak pernah ditemukan dalam kitab-kitab mutabannat (rujukan) Hizbut Tahrir. Pandangan Hizbut Tahrir tentang ruh telah dijelaskan panjang lebar dalam Kitab Mafahim Hizb at-Tahrir. Hizbut Tahrir berpandangan bahwa ruh itu memiliki makna ganda. Ruh bisa bermakna nyawa (sirr al-hayah/rahasia hidup manusia) yang menghidupkan kesadaran dan organ manusia. Ruh juga bisa bermakna idrak shillah billah (kesadaran akan hubungan dengan Allah swt). Hizbut Tahrir juga mengenalkan istilah ruhiyyah dan nahiyah ar-ruhiyyah.

Jika yang dimaksud aspek ruhani adalah kesadaran akan hubungan dengan Allah, bagaimana bisa dinyatakan Hizbut Tahrir mengabaikan aspek ruhani? Di dalam kitab-kitab pembinaannya, Hizbut Tahrir selalu menekankan kepada anggotanya untuk berpegang teguh dengan akidah Islam, terikat dengan syariah Islam dan selalu menampilkan perilaku yang berakhlakul karimah sebagai wujud kesadaran hubungan dengan Allah SWT. Hizbut Tahrir mengeluarkan banyak kitab mutabannat yang menekankan kewajiban dan pentingnya terikat dengan akidah dan syariah Islam; misalnya Asy Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1, Nizham al-Islam, Mafahim Hizbut Tahrir, dan lain sebagainya.

Untuk mencetak kader dakwah yang memiliki kepribadian Islam yang tinggi, Hizbut Tahrir juga mensyaratkan anggotanya untuk mengkaji kitab Min Muqawwimat an-Nafsiyah al Islamiyah (Pilar-pilar pengokoh Nafsiyah Islamiyah).

Fitnah 3 :Tentang Azab Kubur dan Dajjal

Penyataan fitnah : "Hizbut Tahrir melarang anggotanya percaya pada siksa kubur dan munculnya Dajjal. Menurut mereka, orang yang memercayainya dipandang sebagai pendosa.”

Lagi-lagi, tak ada satu pun kitab yang menjadi rujukan di Hizbut Tahrir menyatakan hal itu. Dalam masalah-masalah akidah, pandangan Hizbut Tahrir sejalan dengan pandangan para ulama dari kalangan Sahabat, tabi’in, tabi’ at-tabi’in, dan ulama-ulama mu’tabar lainnya. Intinya, akidah harus dibangun di atas dalil qath’i (pasti), baik tsubut maupun dilalah-nya. Dalil yang memenuhi syarat ini hanya al-Quran dan hadis mutawatir yang dilalah-nya qath’i. Adapun terkait hadis ahad, Hizbut Tahrir—seperti pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan ulama salafush-shalih—berpandangan bahwa hadis ahad wajib diamalkan (wujub al-‘amal), dan tidak menghasilkan keyakinan (al-‘ilm), dalam pengertian hanya menghasilkan zhann belaka.

Apa yang dipegang oleh Hizbut Tahrir sama persis seperti yang dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam Muqaddimah Syarh Shahih Muslim:

Khabar ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir, baik perawinya satu atau lebih. Masih diperselisihkan hukum hadis ahad. Pendapat mayoritas kaum Muslim dari kalangan Sahabat dan tabi’in, kalangan ahli hadis, fukaha, dan ulama ushul yang datang setelah para Sahabat dan tabi’in adalah: khabar ahad (hadis ahad) yang tsiqqah adalah hujjah syar’i yang wajib diamalkan; khabar ahad hanya menghasilkan zhann, tidak menghasilkan ilmu (keyakinan). Kewajiban mengamalkan hadis ahad kita ketahui berdasarkan syariah, bukan karena akal….Sebagian ahli hadis berpendapat bahwa hadis-hadis ahad yang terdapat di dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim menghasilkan ilmu (keyakinan), berbeda dengan hadis-hadis ahad lainnya. Pada penjelasan sebelumnya kami telah menjelaskan kesalahan pendapat ini secara rinci. Semua pendapat selain pendapat jumhur adalah batil. Kebatilan orang yang berpendapat tanpa hujjah dalam masalah ini telah tampak jelas….Adapun orang yang berpendapat bahwa hadis ahad menghasilkan keyakinan, sesungguhnya orang itu terlalu berbaik sangka. Bagaimana bisa dinyatakan hadis ahad menghasilkan keyakinan (ilmu), sedangkan hadis ahad masih mungkin mengandung ghalath, wahm, dan kadzb? Wallahu a’lam bish shawab (Imam an-Nawawi, Syarh Shahih Muslim).

Hizbut Tahrir tidak pernah menolak hadis ahad yang sahih, baik yang berkaitan dengan syariah (amal) maupun keyakinan (akidah). Hadis ahad yang berbicara masalah amal (syariah) waijib diamalkan. Hadis ahad yang berbicara tentang keyakinan/akidah cukup dibenarkan (tashdiq). Sebab, hadis ahad itu tidak menghasilkan keyakinan yang pasti (tashdiq al-jazim), tetapi sekadar zhann belaka.

Berkenaan dengan siksa kubur, Hizbut Tahrir tidak pernah menyinggung masalah ini secara rinci di dalam kitab-kitab mutabannat. Hizbut Tahrir juga tidak pernah mengeluarkan instruksi kepada anggotanya untuk tidak memercayai siksa kubur dan kemunculan Dajjal. Yang benar, Hizbut Tahrir meminta kepada anggotanya untuk menerima semua hadis sahih dan melarang anggota mengingkari atau menolak hadis-hadis sahih (baik mutawatir maupun ahad).

Fitnah 4 : Mengabaikan amar ma'ruf nahi mungkar ?

Penyataan fitnah : "Hizbut Tahrir Mengabaikan Amar Ma'ruf Nahi Mungkar : “Tokoh-tokoh Hizb al-Tahrir memandang tidak perlu adanya usaha amar ma’ruf dan nahi munkar. Menurut mereka, usaha tersebut pada saat ini merupakan salah satu kendala tahapan pergerakan. Sebab, kewajiban amar makruf nahi munkar merupakah salah satu tugas negara Islam jika telah berdiri”.

Jelas ini pun keliru. Dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyir disebutkan dengan sangat jelas sebagai berikut:

Amar makruf nahi mungkar termasuk perkara yang Allah wajibkan atas kaum Muslim. Sebab, Allah SWT berfirman: Hendaklah ada di antara kakian segolongan umat yang menyerukan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung (QS Ali Imran [3]: 104). Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi kaum Muslim dalam setiap kondisi, baik Daulah Khilafah telah berdiri maupun belum; baik hukum Islam sudah diterapkan di pemerintahan dan masyarakat atau belum. Amar makruf nahi mungkar telah ada pada masa Rasulullah saw. dan Khulafaur Rasyidin dan orang-orang setelah mereka. Amar makruf nahi mungkar tetap fardhu bagi kaum Muslim hingga akhir zaman. Akan tetapi, amar makruf nahi mungkar bukanlah thariqah (metode) untuk menegakkan Khilafah dan mengembalikan Islam dalam kehidupan negara dan masyarakat, walaupun ia merupakan bagian dari aktivitas “melangsungkan kehidupan Islam” karena di dalamnya ada aktivitas mengoreksi penguasa, yakni menyeru penguasa untuk mengerjakan yang makruf dan meninggalkan yang mungkar. Akan tetapi, aktivitas melangsungkan kehidupan Islam berbeda dengan amar makruf nahi mungkar…. (Manhaj Hizbut Tahrir fi al-Taghyir, hlm. 8).

Dari uraian yang tersebut dalam Kitab Manhaj Hizbut Tahrir fi at-Taghyir jelas, bahwa tidak ada satu pun pernyataan dari Hizbut Tahrir yang menunjukkan pengabaian dirinya terhadap aktivitas amar makruf nahi mungkar. Bahkan perjuangan Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia justru menunjukkan kenyataan sebaliknya. Di berbagai negara, banyak syabab Hizbut Tahrir ditangkap, dibunuh, dan diintimidasi oleh para penguasa zalim dan fasik karena keberanian mereka dalam mengoreksi penguasa dan menyingkap persekongkolan jahat dengan negara-negara kafir imperialis. Tulisan Sabili juga memuat peristiwa penangkapan, penyiksaan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi syabab Hizbut Tahrir di berbagai belahan dunia akibat keberanian para syabab Hizbut Tahrir dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar. Lalu bagaimana dia bisa menyatakan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir mengabaikan amar makruf nahi mungkar?

Fitnah 5 : Cita-cita Utama Hizbut Tahrir : Merebut Kekuasaan ?

 Cita-cita utama Hizbut Tahrir sebagaimana disebut dalam Kitab Hizbut Tahrir adalah sebagai berikut:

Tujuan Hizbut Tahrir adalah melangsungkan kembali kehidupan Islam, mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini bermakna mengembalikan kaum Muslim ke kehidupan islami di Darul Islam dan masyarakat Islam. Di dalamnya seluruh urusan kehidupan masyarakat berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan sudut pandang masyarakat adalah halal dan haram di bawah naungan Daulah Islamiyah, yakni Daulah Khilafah, yang di dalamnya kaum Muslim mengangkat seorang khalifah yang dibaiat atas dasar pendengaran dan ketaatan, untuk berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan untuk mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad (Hizb at-Tahrir, hlm. 6).

Benar, kekuasaan dibutuhkan untuk bisa melanjutkan kehidupan Islam, namun itu bukanlah tujuan. Kekuasaan hanyalah thariqah (metode) untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh.

Fitnah 6 : Membolehkan Orang Kafir (Non Muslim) Menjadi Anggota ?

Pernyataan Fitnah : “Orang kafir (non muslim) diperbolehkan menjadi anggota Hizbut Tahrir.

Pernyataan ini sangat keliru dan fitnah. Pasalnya, Hizbut Tahrir sejak didirikan pada tahun 1953 tidak pernah mengubah pendiriannya. Sejak berdirinya, Hizbut Tahrir hanya beranggotakan kaum Muslim saja. Di dalam Kitab At-Ta’rif (Mengenal Hizbut Tahrir (terj.) dalam bab Keanggotaan Hizbut Tahrir tertulis dengan jelas:

Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum Muslim dan menyeru umat untuk mengemban dakwah Islam… (Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, hlm. 27, 2008, Pustaka Thariqul Izzah, Bogor).

Fitnah 7 : Membolehkan Mencium Wanita Asing ?

Jelas ini adalah tuduhan palsu. Pasalnya, Hizbut Tahrir mengharamkan kaum Muslim mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya. Keharaman mencium wanita ajnabiyyah atau sebaliknya disebutkan dengan jelas dalam Kitab An-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam, ed. IV (Mu’tamadah) halaman 53 yang menjadi kitab rujukan utama Hizbut Tahrir: Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan.

Fitnah 8 : Membolehkan Memandang Gambar Porno ?

Pernyataan seperti ini pun tak pernah tercantum dalam kitab-kitab mutabannat, nasyrah, ta’mim, qarar maupun kutaib yang dikeluarkan Hizbut Tahrir. Al-‘Alim al-’Allam Syaikh Atha’ Abu Rusytah, Amir Hizb, dalam tulisannya telah mengharamkan kaum Muslim melihat gambar porno. Pasalnya, melihat gambar porno adalah wasilah menuju tindak keharaman (Lihat: Website Hizbut Tahrir Pusat).

Fitnah 9 : Ikhtilaf Bukanlah Kesesatan ?

 Ada yang  mengangkat pendapat-pendapat Hizbut Tahrir yang dikesankan sebagai pendapat sesat dan menyimpang. Padahal pendapat-pendapat tersebut adalah pendapat islami meski masih dijadikan perdebatan oleh ulama-ulama mu’tabar. Namun sayang, pendapat-pendapat tersebut dikesankan sebagai pendapat aneh dan menyimpang dari Islam. Misalnya, menyebutkan, “Seorang laki-laki dan perempuan yang berzina dengan salah seorang muhrimnya harus dipenjara selama 10 tahun.”

Pernyataan ini berasal dari Kitab Nizham al-’Uqubat karya Dr. Abdurrahman al-Maliki. Namun, redaksinya tidak lengkap. Lengkapnya: “Siapapun yang menikah (bukan berzina) dengan salah seorang mahram yang abadi, seperti ibu dan saudara perempuan, dipenjara 10 tahun.”

Dr. ‘Abdurrahman al-Maliki berpendapat bahwa orang yang menikahi mahram abadinya tidak boleh dikenai had zina, sebab masih ada syubhat akad yang menghalalkan farji seseorang, meskipun akad nikah itu fasid. Pendapat seperti ini juga dipegang oleh ulama Hanafiyah. ‘Abdul Qadir al-Audah dalam kitabnya (At-Tasyri’ al-Jana’i al-Islami, II/363), menyatakan, “Akan tetapi Abu Hanifah sendiri berpendapat, orang yang menikahi ibunya, anak perempuannya, bibi, (mahram abadi), kemudian menyetubuhinya, maka untuk kasus ini tidak dikenai had zina, meskipun mereka mengaku mengetahui hal itu adalah tindakan haram. Untuk kasus semacam ini cukup dikenai hukuman ta’zir.”

Ia melanjutkan, “Imam Abu Hanifah tidak menjatuhkan had untuk kasus semacam ini karena ada syubhat.”

Atas dasar itu, pendapat Dr. ‘Abdurrahman al-Maliki bukanlah pendapat yang menyimpang. Bahkan pendapat ini merupakan pendapat tangguh yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah.



Menangkis Berita Sepihak Dengan Tabayyun

Salah  satu  kewajiban  seorang  muslim  terhadap  muslim  lainnya  adalah melakukan  tabayyun  tatkala  menerima  informasi  yang  masih  samar  dan  kabur. Selain karena pertimbangan normative, tabayyun akan menyelamatkan seorang muslim dari fitnah dan perselisihan tanpa dasar yang jelas.    Tabayyun juga akan menghindarkan   seorang   muslim  dari  sikap  tergesa-gesa   dalam  menilai  dan menjustifikasi  saudara  muslim  yang  lain.  Jika  seseorang  memvonis  saudaranya hanya karena berita dan informasi sepihak, tentunya ia telah mendzalimi dirinya sendiri  dan  saudaranya.    Untuk  itu,  tabayyun  adalah  sikap  mulia  yang  akan menjaga akal sehat, kejernihan hati, dan persaudaraan sesama muslim.    Lebih dari itu, tabayyun akan menjauhkan kita dari perilaku dzalim yang sangat dibenci oleh Allah swt.

Siapa  saja  yang  mengabaikan  tabayyun,  berarti  ia  telah  meninggalkan kaedah-kaedah ilmiah dalam menyikapi informasi sepihak.   Lebih dari itu, orang tersebut telah terjatuh pada perbuatan haram  dan memperturutkan hawa nafsu. Mengapa    bisa    dikatakan   demikian?        Pasalnya,     orang   yang   hanya    mau mendengarkan berita sepihak, tanpa  pernah melakukan tabayyun  kepada  pihak kedua,  sama  artinya ia  telah  mendzalimi  saudaranya  yang  lain  dan  juga dirinya sendiri.       Bisa  jadi,  justru  pihak  kedualah  yang  berada  pada  pihak  kebenaran, sedangkan  pihak  pertama  yang  membawa  berita    sepihak  itu,  justru  tengah berusaha melakukan fitnah keji terhadap saudaranya yang lain.  Seandainya kita mengiyakan   informasi   sepihak   dari   pihak   pertama   tanpa   menggubris   pihak kedua,    tentunya,    kita    telah    terjatuh    pada    aktivitas    haram    dan    tindakan mendzalimi orang lain (pihak kedua).

Betapa    dzalimnya    orang-orang    yang    tergesa-gesa    menjustifikasi saudaranya   hanya   karena   berita   sepihak   yang   tidak   jelas   kebenarannya? Dalam hal ini, Allah swt berfirman, artinya;

“Hai   orang-orang   yang   beriman,   jika   datang   kepadamu   orang   fasiq membawa  suatu  berita,  maka  periksalah  dengan  teliti,  agar  kamu  tidak menimpakan   suatu   musibah   kepada   suatu   kaum   tanpa   mengetahui keadaannya  yang  menyebabkan  kamu  menyesal  atas  perbuatanmu  itu”.[al-Hujurat:6]

“Hai  orang-orang  yang   beriman,  janganlah   suatu  kaum  mengolok-olok kaum  yang  lain  (karena)  boleh  jadi  mereka  (yang  diolok-olok)  lebih  baik dari    mereka    (yang    mengolok-olok),    dan    jangan    pula    wanita-wanita(mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)  lebih  baik  daripada  wanita  (yang  mengolok-olok)  dan janganlah   kamu   mencela   dirimu   sendiri,   dan   janganlah   kamu   panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah(panggilan)   yang   buruk   sesudah   iman   dan   barangsiapa   yang   tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.”[al-Hujurat:11]

“Hai   orang-orang   yang   beriman,   jauhilah   kebanyakan   dari   prasangka, sesungguhnya  sebagian  prasangka  itu  adalah  dosa  dan  janganlah  kamu mencari-cari    kesalahan    orang    lain,    dan    janganlah    sebagian    kamu menggunjing  sebagian  yang  lain.  Sukakah  salah  seorang  diantara  kamu memakan  daging  saudaranya  yang  sudah  mati?  Maka  tentulah  kamu merasa  jijik  kepadanya.  Dan  bertaqwalah  kepada  Allah.  SesungguhnyaAllah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”[al-Hujurat:12]

Dalam  sebuah  riwayat  dituturkan  bahwa  sebab  turunnya  surat  al-Hujurat ayat  6  adalah  peristiwa  yang  menimpa  al-Harits  ibn  Abi  Dlarar.    Peristiwanya adalah sebagai berikut.

Setelah    peperangan        Bani    Musthaliq        (5H/627    H)     berakhir         dengan dikalahkan   dan   ditawannya   kabilah   itu   oleh   kaum   muslim,   seluruh   kabilah tersebut  dibagi-bagi  dan  diserahkan  kepada  kaum  muslim  Madinah  sebagai budak.   Nabi saw lalu menikahi Juwayriyah, putri bekas kepala kabilah tersebut, al-Harits  ibn  Abi  Dlarar.    Pernikahan  nabi  tersebut  membuat  para  shahabat menjadi  malu  untuk  memiliki  budak-budak  dari  keluarga  istri  Nabi  saw.    Para shahabat     segera   membebaskan   anggota    kabilah   yang   lainnya.            Setelah semuanya  bebas,  Rasulullah  saw  meminta  al-Haris  untuk  masuk  Islam,  yang segera diterimanya dengan sungguh-sungguh.     Rasulullah saw meminta dirinya untuk mengajak anggota kabilah lainnya untuk masuk Islam dan mengumpulkan zakat  dari  mereka.    Al-Harits  sepakat,  dan  meminta  Rasulullah  saw  mengirim utusan untuk menarik zakat pada waktu-waktu tertentu.   Tatkala waktunya telah tiba,  ternyata  tidak  ada  utusan  yang  datang,  sehingga  al-Harits  khawatir  bahwa Nabi  saw  tidak  senang  kepada  dirinya  karena  suatu  sebab.        Akhirnya,  ia berunding  dengan  anggota  kabilahnya  dan  sepakat  untuk  mengirim  delegasi kepada Rasulullah saw untuk mencari tahu sebab penundaan itu.        Sementara itu, Rasulullah saw telah mengirim Walid ibn ‘Uqbah untuk menarik zakat dari al- Harits.  Di tengah jalan, Walid ibn ‘Uqbah mendengar berita bahwa serombongan Bani Musthaliq telah keluar, sehingga ia menjadi ketakutan.    Ia segera kembali kepada  Rasulullah  saw  dan  melaporkan  kepada  beliau  saw  bahwa  al-Harits enggan  membayar  zakat  dan  telah  mengancam  hidupnya.        Rasulullah  saw marah,   dan   mengutus   serombongan   shahabat   untuk   membuat   perhitungan dengan  al-Harits.            Dua  rombongan  itu  akhirnya  bertemu,  lalu  menghadap Rasulullah saw.    Rasulullah saw segera menanyai al-Harits, “Mengapa engkau menolak    membayar            zakat        dan     hendak     membunuh      utusanku?    Al-Harits menjawab,”Demi Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak melihat dia,  tidak  juga  dia  datang  menghadap  kepadanya.    Satu-satunya  alasan  aku datang   ke   sini,   karena   aku   takut   alasanmu   tidak   menghubungiku   karena ketidaksukaan Allah kepada kami.”  Lalu turunlah ayat ini [surat al-Hujurat:6].

Ayat ini diturunkan untuk membenarkan alasan al-Harits, sekaligus teguran dari Allah swt kepada Rasulullah saw atas keputusan kilatnya.  Selain itu, ayat ini juga   memperingatkan   kepada   orang-orang   beriman   agar   meneliti   dengan sungguh-sungguh  setiap  informasi  yang  datang  dari  sumber-sumber  yang  tidak jelas.

Prinsip   ini   ditetapkan   untuk    menghindari   segala   keputusan   ataupun justifikasi   yang   bisa   mencelakakan   orang   lain.    Sebab,   sebesar   apapun kesedihan  dan  penyesalan  kita  tidak  dapat  menghapus  luka  yang  disebabkan karena tuduhan bohong, walaupun mungkin tanpa disengaja.

Jika Rasulullah  saw  yang mas’hum  saja masih ditegur  oleh  ayat  tersebut, sudah  sepantasnya  umatnya  yang  tidak  makshum  ini  lebih  berhati-hati  dalam menyikapi  informasi  dan  berita  sepihak  yang  belum  jelas  benar  keabsahannya. Kita  tidak  bisa  membayangkan  apa  jadinya  jika  kita  tergesa-gesa  membuat keputusan dan justifikasi premature hanya berdasarkan berita sepihak?

Demikianlah, semoga risalah ini mampu menyingkap mana yang benar dan mana yang batil, sekaligus mengembalikan kita pada pangkuan kebenaran dan cahaya persaudaraan karena Allah. WaLlâhu a’lam bi ash-shawâb. []
WebRepOverall rating

Inilah Alasan Rosulullah Melarang Ummatnya Minum Sambil Berdiri

Inilah Alasan Rosulullah Melarang Ummatnya Minum Sambil Berdiri

Dalam hadist disebutkan “janganlah kamu minum sambil berdiri”. Dari segi kesehatan. Air yang masuk dengan cara duduk akan disaring oleh sfringer. Sfringer adalah suatu struktur maskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga air kemih bisa lewat) dan menutup.

Setiap air yang kita minum akan disalurkan pada ‘pos-pos’ penyaringan yang berada di ginjal. Jika kita minum sambil berdiri. Air yang kita minum otomatis masuk tanpa disaring lagi. Langsung menuju kandung kemih. Ketika menuju kandung kemih itu terjadi pengendapan di saluran speanjang perjalanan (ureter). Karena banyak limbah-limbah yang menyisa di ureter inilah awal mula munculnya bencana.

Betul, penyakit kristal ginjal. Salah satu penyakit ginjal yang sungguh berbahaya. diduga diakibatkan karena Susah kencing, jelas hal ini berhubungan dengan saluran yang sedikit demi sedikit tersumbat tadi.

Dari Anas r.a. dari Nabi saw.: "Bahwa ia melarang seseorang untuk minum sambil berdiri". Qatadah berkata, "Kemudian kami bertanya kepada Anas tentang makan. Ia menjawab bahwa hal itu lebih buruk."

Pada saat duduk, apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan pada dinding usus dengan perlahan dan lambat. Adapun minum sambil berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang dalam waktu lama maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan.

Adapun rasulullah saw pernah sekali minum sambil berdiri, maka itu dikarenakan ada sesuatu yang menghalangi beliau untuk duduk, seperti penuh sesaknya manusia pada tempat-tempat suci, bukan merupakan kebiasaan. Ingat azas darurat!

Manusia pada saat berdiri, ia dalam keadaan tegang, organ keseimbangan dalam pusat saraf sedang bekerja keras, supaya mampu mempertahankan semua otot pada tubuhnya, sehingga bisa berdiri stabil dan dengan sempurna. Ini merupakan kerja yang sangat teliti yang melibatkan semua susunan syaraf dan otot secara bersamaan, yang menjadikan manusia tidak bisa mencapai ketenangan yang merupakan syarat terpenting pada saat makan dan minum.

Ketenangan ini hanya bisa dihasilkan pada saat duduk, di mana syaraf berada dalam keadaan tenang dan tidak tegang, sehingga sistem pencernaan dalam keadaan siap untuk menerima makanan dan minum dengancara cepat.

Makanan dan minuman yang disantap pada saat berdiri, bisa berdampak pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi saraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan endotel yang mengelilingi usus. Refleksi ini apabila terjadi secara keras dan tiba-tiba, bisa menyebabkan tidak berfungsinya saraf (vagal inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak.

Begitu pula makan dan minum berdiri secara terus-menerus terbilang membahayakan dinding usus dan memungkinkan terjadinya luka pada lambung. Para dokter melihat bahwa luka pada lambung 95% terjadi pada tempat-tempat yang biasa berbenturan dengan makanan atau minuman yang masuk.

Sebagaimana kondisi keseimbangan pada saat berdiri disertai pengerutan otot pada tenggorokkan yang menghalangi jalannya makanan ke usus secara mudah, dan terkadang menyebabkan rasa sakit yang sangat yang mengganggu fungsi pencernaan, dan seseorang bisa kehilangan rasa nyaman saat makan dan minum.

Diriwayatkan ketika Rasulullah s.a.w. dirumah Aisyah r.a. sedang makan daging yang dikeringkan diatas talam sambil duduk bertekuk lutut, tiba-tiba masuk seorang perempuan yang keji mulut melihat Rasulullah s.a.w. duduk sedemikian itu lalu berkata: "Lihatlah orang itu duduk seperti budak." Maka dijawab oleh Rasulullah s.a.w.: "Saya seorang hamba, maka duduk seperti duduk budak dan makan seperti makan budak." Lalu Rasulullah s.a.w. mempersilakan wanita itu untuk makan. Adapun duduk bertelekan (bersandar kepada sesuatu) telah dilarang oleh Rasulullah sebagaimana sabdanya, "Sesungguhnya Aku tidak makan secara bertelekan" (HR Bukhari).

dari berbagai sumber