LCD Text










Kamis, 21 Juli 2011

Jangan pilih-pilih!



marhaban-ya-ramadhan-ii.jpg (497×331)Oleh : Mush’ab Abdurrahman


Bulan Ramadlan 1432H sebentar lagi tiba. Sudah seyogyanya setiap muslim menyambutnya dengan kegembiraan dan suka cita. Kita berharap semoga diberikan karunia oleh Allah swt berupa kekuatan dan umur panjang sehingga bisa menikmati indahnya ibadah puasa ramadlan.Amiin

Bukan rahasia umum saat bulan suci Ramadlan semua para da’i disetiap ceramah-ceramahnya, baik itu moment khutbah jum’at, kultum tarawih atau kajian-kajian menjelang berbuka puasa pasti menyitir firman Allah swt dalam Al-qur’an ayat 183 yang berbunyi;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,(TQS. Al-Baqarah[2]:183).

Ayat ini sangat familier sekali ditelinga kita selama bulan Ramadlan. Tidak salah sich, karena ayat tersebut diatas mengandung khitab (seruan) yang mewajibkan umat islam yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa ramadlan selama satu bulan penuh.

Dalam surat al-baqarah ayat 183 tersebut mengandung perintah yang jazm (tegas) dengan adanya kata kutiba, menurut al-Farra’ sebagaimana dikutib dari pendapat Imam as-Shabuni dalam kitabnya Rawâi’ al-Bayiân fî Tafsîr Ayât al-Ahkâm kata ‘kutiba ‘alaykum’ dalam al-Quran bermakna ‘furidha ‘alaykum’(diwajibkan atau difardhukan atas kalian). Melalui dorongan ayat tersebut umat islam secara sukarela tanpa paksaan menjalankan puasa tanpa bertanya-tanya lagi.

Seharusnya buah dari puasa adalah terbentuk pribadi yang bertaqwa. Bahkan bukan hanya pribadi, seharusnya umat yang bertaqwa, karena hampir semua komponen umat islam juga berpuasa. Tentunya kalau faedah puasa didadaptakan akan mampu terwujud umat yang bertaqwa hasil dari ‘gemblengan’ puasa sebulan lamanya. Bertaqwa artinya secara ikhlas totalitas terikat dengan segala perintah dan larangan yang datangnya dari Allah swt baik dalam Al-qur’an maupun As-Sunnah. Lebih luas lagi selalu tunduk, pasrah atas ketentuan Allah swt, mau menjalankan segala hukum yang menyangkut masalah pribadi (seperti sholat, puasa, haji, zakat, akhlaq dll) dan masalah-masalah mu’amalah (seperti hukum pemerintahan, Hukum ekonomi, hudud, pendidikan, sosial, pergaulan, politik dalam dan luar negeri dll) tidak tebang pilih sesuai selera, mana yang disukai sesuai selera hati seraya meninggalkan perintah-larangan yang tidak pas dengan selera hati.

Namun sungguh ironi, dengan berat hati kita bisa katakan umat islam ternyata masih pilih-pilih ayat. Kalau untuk puasa ramadlan-sesuai perintah surah al-baqarah :183- umat islam bersegera menjalankannya namun untuk perintah yang lainnya seperti hukum-hukum mu’amalah tidak mau melaksanakan dengan berbagai alasan. Umat islam masih bersikap ‘diskriminatif’ terhadap al-Quran. Mereka bisa menerima tanpa reserve hukum-hukum ibadah atau akhlak, tetapi menolak hukum-hukum al-Quran tentang kekuasaan, pemerintahan, ekonomi, pidana, atau hubungan internasional. Bisa jadi tidak mau ambil resiko atau ambil ayat yang enak-enak aja sesuai dengan kondisi ‘realistis’ kekinian. Dengan anggapan perintah tersebut tidak aplikatif dan sulit diterapkan. Padahal setiap perintah dalam al-qur’an wajib dilaksanakan (walaupun tetap harus dilihat dulu siapa objek seruan tersebut). Belum lagi faktor saat ini, akibat dahsyatnya gempuran pemikiran Barat dan kebodohan umat dalam titik terendah yang menyebabkan sikap tersebut.

Sebagai contoh masih dalam surat yang sama, yakni surah al-Baqarah yang ayatnya juga sangat berdekatan yaitu al-baqarah :178 yang berbunyi ;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; ,(TQS. Al-Baqarah[2]:178)

Dan, al-baqarah :216 yang berbunyi ;

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.(TQS. Al-Baqarah[2]:216)

Dalam dua ayat ini sama-sama mengandung kata kutiba yang maknanya senada dengan yang ayat puasa yaitu furidha (diwajibkan atau difardhukan). Pada Al-Baqarah :178 adalah perintah untuk melaksanakan salah satu hukuh hudud yaitu qishah bagi pelaku pembunuhan. Sedangka Al-Baqarah :216 perintah untuk mengangkat senjata (berjihad dijalan Allah). Kedua perintah ini sama-sama dalam bentuk khitab jazm (seruan pasti) yang berfaedah wajib dilaksanakan. Bahwasannya hukum syariat tidak pernah berubah karena perubahan waktu dan tempat maka kewajiban ini wajib dilaksanakan. Hanya saja perintah ini ditujukan lebih pada penguasa syar’i (khalifah). Ketika pemerintahan islam belum terwujud seperti sekarang ini, sebaliknya justru kondisi ini memberikan pelajaran besar bagi umat islam merasa terpanggil untuk bersegera mewujudkan institusi pemerintahan islam yang akan mampu melaksanakan hukum-hukum yang menyangkut berbagai mu’amalah, salah keduanya adalah seperti perintah diatas yakni qishash dan jidad. Bukannya malah berkelit, dengan alasan, merasa tidak wajib melaksanakan dikarenakan negara sekarang ini bukan negara islam seperti banyak kalangan menyatakan seperti itu. Ketika Allah swt sudah menetapkan kewajiban maka tidak sewajarnya orang yang beriman meninggalkan perintah dengan mengambil hukum yang lain.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(TQS. Al-Ahzab[33]:36)

Sikap pilih kasih terhadap ayat bukan sikap seorang yang beriman khususnya terhadap al-qur’an. Mengambil sebagian dengan meninggalkan sebagian lainnya justru sebuah kekufuran yang nyata. Bukankah Allah swt memerintahkan orang beriman untuk memeluk islam secara kaffah baik menyangkut aqidah dan syariah (QS al-Baqarah ;208).

Dengan demikian kita berharap ramadlan kali ini dapat kita jadikan prasasti ibadah yang bersejarah dalam kehidupan ummat islam mampu meneguk fadilah puasa, sehingga bukan hanya akan melahirkan sosok pribadi bertaqwa namun juga melahirkan sosok ummat yang bertaqwa yang darinya terbangun peradaban agung. Sebuah peradaban mulia dibawah panji kekhilafahan islam. Betapa indahnya Ramadlan dibawah naungan syariah dan khilafah.Marhaban Yaa RamadlanI miss You..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar